Perjuangan Menapaki Ilmu Demi Mewujudkan Pesan Ibu.



#JasmineElektrikCeritaIBU


Saat membaca informasi lomba blog dari Jasmine Elektrik ,aku antusias,semangat,sekaligus tercenung.Aku antusias sebab merasa tertantang dengan topik tulisan lomba ini;ibu.Aku semangat,sebab ingin menambah ilmu dan pengalaman dengan ikut berbagai lomba.Namun,aku tercenung, 'pesan apa yang Ibu beri,dan tetap kujalankan sampai hari ini?',ucapku dalam hati.

Aku terus berpikir keras.Mengorek memori masa kecilku.Atau paling tidak,saat umurku 7 tahun,perihal pesan yang Ibunda berikan padaku.Tapi,pesan itu tak jua kuingat.Aku menyerah.Sampai akhirnya...

                                              *        *        *
Aku menulis kisah ini degan leleran air mata tiada henti.Sambil ditemani alunan lagu 'Ibu' dari Jasmine Elektrik,yang semakin menambah kecamuk perasaanku.Dan membuat liar imajinasiku merangkai kata.Sebab,sangat cocok dengan ide tulisanku.

Kau ajariku berjalan
Membimbingku perlahan
Hingga tercapai segala yang kucita-citakan

Selamaku dibesarkan
Selamaku dipelukan
Begitu banyak dosa yang t'lah aku lakukan
Buat Ibu terluka
Buat Ibu kecewa
Mohon ku diingatkan
Mohon ku dimaafkan

Reff:
Kukayuh perahu,menuju pulau citaku
Diiringi do'a,nasehat,bijakmu ibu
Ku arungi hidup,berbekal ilmu darimu
Kasih sayangmu Ibu,tak terbantahkan waktu

Ibu.Aku tak bisa bercerita banyak tentangnya.Kenanganku tentangnya terbatas.Tak seperti kedua kakakku.Meski begitu,aku merasakan kasih sayang dan cinta Ibu,hingga kini.Detik Ini.Kasih Sayang Ibu tak Terbantahkan waktu.

Ibu pergi meninggalkanku selama-lamanya saat aku berusia 7 tahun atau kelas satu SD.Sementara kakakku,saat itu sudah agak besar.Kakakku yang pertama,Ai,sekolah kelas 2 SMP.Dan kakakku yang kedua,Yuli,sekolah kelas 4 SD.

Beliau meninggal karena penyakit hepatitis B yang dideritanya.Sungguh tak terperi rasa sakit dan sedih yang dirasakan oleh kami sekeluarga.Mungkin,saat itu aku belum mengerti apa-apa tentang kehilangan seseorang yang amat penting dalam hidup.Namun,semakin dewasa,aku semakin paham dan merasakan apa yang kakakku dulu juga  rasakan.Mereka lebih dahulu memendam keperihan dan kerinduan pada Ibu.Dan mereka berdua jugalah yang lebih banyak menerima nasihat dan pesan-pesan dari Ibu.

Oleh karena itu,aku memutuskan untuk bertanya pada salah satu kakakku,kak Ai.

"Kak,apa saja pesan dari Ibu yang pernah dibicarakan pada Kakak?"

Kakakku juga tidak langsung menjawab.Ia mencoba memgingat kembali.Maklum,Ibu meninggal dunia sebelas tahun yang lalu.Waktu yang cukup lama untuk mengais serpihan kenangan.

"Kakak juga tidak ingat semua.Tapi,ada satu yang paling kakak ingat,yaitu pesan dari Ibu supaya kalian tetap sekolah.."

Ya,kedua orang tuaku selalu mengutamakan pendidikan anak-anaknya.Meskipun mereka bukanlah orang berada.Bahkan,saat Ibu sedang sakit parah dan dirawat di rumah sakit,kami harus tetap sekolah.Alhasil,sebelum berangkat berjualan beras di Pasar Panorama Lembang,Ayah mengantar aku dan Kak Yuli sekolah.Adapun Kak Ai,sedang berada di Tasikmalaya,melanjutkan sekolah menengah pertamanya di kampung halaman Ayah.Karena,Ayah tidak sanggup membiayai sekolah ketiga putrinya di perantauan.Kak Ai pun harus mengalah,untuk tinggal bersama Uwa.Jauh dari Orang Tua dan adik tercinta.

Hingga kemudian,Ibu wafat.Lalu Ayah menitipkan ketiga putrinya ini pada Paman seibu,bukan pada Uwa yang dulu ditumpangi Kakak.Ayah menitipkan kami bukan tanpa alasan.Jiwanya masih sedikit terguncang akibat kepergian Ibu,yang berimbas pada kebangkrutan usaha jual beli berasnya.

Ayah tak ingin kami ikut merasakan apa yang beliau rasakan.Ayah ingin agar kami melanjutkan hidup dan menata masa depan.Akhirnya,Paman dan Bibilah yang mengurus dan membiayai keperluan kami.Termasuk biaya sekolah.Mereka tulus merawat kami bertiga tanpa meminta balasan sedikitpun.Mereka tak pernah mengharapkan bahkan meminta sesuatu timbal balik dari Ayah.Mungkin mereka juga memaklumi kondisi Ayah yang belum stabil.

Kabar mengejutkan tiba-tiba datang dari Ayah,yang ingin menikah lagi.Semula kami bertiga tidak setuju.Namun,lambat laun kami pun luluh,dan kasihan pada Ayah.

Singkat cerita,aku sebagai anak terkecil pun diboyong Ayah ke tempat Ibu tiri di Bandung Barat.Sebulan,dua bulan,aku masih mencoba beradaptasi dengan lingkungan baru.Hingga setahun lebih berlalu,aku malah semakin tidak betah.Betuntung,kesemapatan untuk 'pergi dari rumah' itu datang.

Ada kerabat Ayah di Tasikmalaya yang meninggal dunia.Ayah pun pergi ke sana,membawa aku,Ibu tiri,serta Kakak tiri.Sekitar srminggu kami di sana.Saat mereka akan pulang,aku bersikeras untuk menetap kembali di sini.Alhamdulillah,keluarga mengizinkan.
Bukan hanya suasana rumah Ibu tiri yang membuatku tidak nyaman,namun juga lingkungan sekolahnya.Dimana senioritas di sana masih sangat tinggi.Meskipun tidak sampai main fisik,namun ucapan kasar dari mulut mereka mampu membuatku sembab hingga beberapa waktu.

Jauh berbeda kondisinya dengan disini.Aura kota santri yang notabebe damai,terpancar tak hanya di luar rumah,tapi juga di dalam rumah.Itu karena Paman dan Bibiku menjadi guru ngaji bagi masyarakat di daerah ini.Jadi,kebutuhan kami akan sekolah formal dan non-formal tercukupi.Lebih tepatnya,ilmu dunia dan ilmu akhiratnya seimbang.

Itu pula yang mungkin menjadi alasan Paman dan Bibi mengirim Kak Ai ke sebuah pesantren yang letaknya cukup jauh dari rumah,dan terjangkau biayanya.Untuk melanjutkan sekolah ke SMA,sambil memperdalam ilmu agama.Tak berselang lama,Kak Yuli juga ikut dikirim.Tapi,bukan ke pesantren,melainkan ke sebuah panti asuhan yang memiliki basis agama yang sama kuatnya.Tujuannya hampir sama persis,melanjutkan sekolah SMP dan mengulik ilmu agama.Namun,kali ini,ada isu finansial yang sedikit melatarbelakangi kepergian Kak Yuli ke Panti Asuhan.

Aku yang tadinya berpikir bahagia akan berkumpul kembali dengan kedua kakakku,nyatanya harus terpisah kembali demi merajut masa depan.

Waktu pun terus berlalu.Tak terasa,Kak Ai lulus dari SMA,Kak Yuli lulus dari SMP,dan aku lulus SD.

Dan aku yang semula ingin sekolah SMP bersama Kak Yuli dan juga tinggal di panti bersama-sama,harus ikhlas untuk sekolah di dekat rumah saja.Lama kelamaan,aku pun  tidak mempermasalahkan lagi soal dimana aku sekolah.Karena yang terpenting,aku bisa mengenyam pendidikan.

Yang malah membuatku terus terbawa pikiran dan sedih adalah Kak Yuli.Dulu,dia terancam tak bisa lanjut SMA.Entah karena apa.Mungkin biaya masih menjadi kendala utama kami melanjutkan pendidikan.Paman dan Bibi menyuruh Kak Yuli untuk ikut kursus saja,seperti kursus menjahit,agar nantinya bisa langsung bekerja.

Namun,Kak Yuli berprinsip kuat ingin melanjutkan SMA.Paman dan Bibi pun tak bisa memaksa.Akhirnya,kakakku yang tegas dan sedikit tomboy itu sekolah SMA di sekolah yang sama dengan Kak Ai.Dan dengan syarat,Kak Yuli harus tetap tinggal di Panti.

Sementara itu,tak lama setelah lulus SMA,Kak Ai pun menikah dan ikut serta dengan suaminya merantau ke Ibu Kota Jakarta.

Sejarah kembalj terulang saat Kak Yuli telah lulus SMA,dan ingin lanjut kuliah.Ia ingin mengejar cita-citanya menjadi hakim,sang pembela kebenaran.Aku rasa,Kak Yuli bukannya tidak sadar dan mengerti dengan kondisi keuangan keluarga,ia hanya ingin mengangkat harkat dan martabat keluarga.Ia berusaha keras sendiri.Tidak meminta bantuan pada Ayah,apalagi pada Paman dan Bibi.

Namun,impian kakak harus tertunda dahulu.Ia gagal di jalur undangan.Ia pun tak bisa mengikuti ujian atau tes.Bukan karena tidak mampu membayar uang tes yang seharga ratusan ribu.Bukan.Ada hal yang jauh lebih mendasar dari uang.Sesungguhnya,persoalannya adalah kurangnya dukungan moril dari keluarga.Ibu kami sudah tiada.Ayah masih luntang lantung tak jelas mencari pekerjaan,sedangkan Paman dan Bibi tak dapat berbuat banyak.Sebab,tanggungan atau kewajiban mereka bukan hanya kami bertiga.

Berbeda dengan orang lain,yang walaupun orang tua mereka,katakanlah kurang mampu,tapi keluarga mereka masih lengkap dan memiliki pekerjaan yang tetap.
Kakak pun mencoba menerima keadaannya.Dan malah,ia berubah pikiran untuk bekerja,agar bisa membantu perekonomian keluarga.Terutama membantu aku,adiknya agar bisa bersekolah dan tidak ikut mengalami apa yang dialaminya.

Alhamdulillah,aku akhirnya bisa bersekolah dengan bantuan guruku.Beliau mendaftarkanku di sebuah sekolah swasta yang cukup favorit di disini, dan berusaha mengikutkanku pada beasiswa di sekolah tersebut.Sehingga biaya sekolahku sedikit terbantu.

Aku berusaha memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.Aku belajar dengan cukup rajin dan tekun,sebab aku tak ingin mengecewakan orang-orang yang aku sayangi.

Begitu pun dengan Kak Yuli.Dia semakin gencar dan giat mencari lowongan pekerjaan.Ketika akhirnya,dia diterima bekerja sebagai PRT(Pembantu Rumah Tangga) di Jakarta bersama seorang temannya,dia menjalaninya dengan ikhlas dan sabar.Namun,belum sampai seminggu,Kakak pulang kembali karena temannya mempunyai masalah dengan majikan.

Kak Yuli pun menganggur kembali di rumah.Hingga suatu hari,ia mendapat tawaran pekerjaan dari pihak sekolah SMA-nya dulu,untuk bekerja sebagai Staff TU (Tata Usaha).Tanpa pikir panjang,Kak Yuli segera menerimanya.

Dari hati yang paling dalam,aku merasa bahagia melihat kedua kakakku sudah memiliki kehidupan sendiri.Aku sendiri juga sedang memperjuangkan mimpi dan masa depanku di sini lewat sekolah.Lagipula,aku tidak dibiarkan sendiri.Karena,kendati sudah berumah tangga,Kak Ai sedang membangun rumah sendiri dekat rumah Paman yang menjadi tempat tinggalku sekarang.Rencananya,setelah rumah itu selesai dibangun,aku dan Kak Yuli akan tinggal bersama Kak Ai.

Januari 2016,aku pun resmi pindah rumah.Walaupun,rumah tersebut belum seratus persen selesai.Akhirnya,kami sebagai saudara bisa berkumpul lagi dalam satu tempat,setelah sempat berpisah beberapa lama.Jujur,aku merasa nyaman dan senang,dengan kehidupan kami yang sekarang.Aku pun dengan percaya diri,dan sedikit bangga mengira kehidupanku sekeluarga semakin membaik.Namun,Allah ternyata memiliki rencana lain.

Bermula dari kepulangan Kak Yuli ke rumah sambil mengeluh sakit pada sebelah kakinya.Kami sekeluarga pikir,kakinya yang membengkak itu akibat keseleo atau salah urat.Namun,semakin lama,kesehatan Kak Ayu semakin menurun.Ia tak sanggup berjalan atau melangkah.Kondisi tersebut diperparah dengan pola makannya yang buruk.Kakakku ini,yang semula sangat lahap dalam makan dan mempunyai postur badan tinggi besar,terus kurus secara perlahan.Bahkan,ia hanya mampu mengesod untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Segala cara kami lakukan untuk mengembalikan kesehatannya.Dari mulai diurut sampai diberi obat herbal dari daun-daunan.Namun, semua nihil.Tak membuahkan hasil.Ternyata,hal tersebut disebabkan karena kami salah 'mendiagnosis' penyakit Kak Yuli yang sebenarnya,yaitu Lambung.Hal itu baru diketahui,setelah Kak Yuli mengatakan rasa sakit pada ulu hatinya.Serta,hasil pemeriksaan oleh tukang urut yang kesekian orangnya.

Oleh keluarga,Kak Yuli kemudian dibawa ke dokter terdekat untuk mengetahui kondisinya secara jelas dan akurat.

Kami sedih dan terkejut mengetahui Kak Yuli ternyata menderita penyakit Lambung yang cukup parah(kronis).Proses penyembuhan Kak Yuli pun berlangsung amat lama dan terasa sulit.Karena Kak Yuli sendiri,sulit sekali untuk makan.Otomatis,bila tidak makan,jangan dulu diberi obat.Sebab,akan berakibat fatal.

Bulan April 2016,kondisi Kak Yuli semakin mengkhawatirkan.Keluarga pun membawa Kakak ke rumah sakit.Sekitar empat hari lamanya,Kakak dirawat di sana.Ia terus menerus memaksa pulang.Ia tetap tak mau makan di sana.Dengan kata lain,tak ada kemajuan dalam kesehatannya.Akhirnya,keluarga pun membawa pulang Kakak dengan terpaksa.

Setelah satu hari pulang dari rumah sakit,Kak Yuli menghembuskan nafas terakhirnya.Bertepatan dengan hari lahir R.A Kartini,21 April.Sungguh tak pernah terlintas dalam benakku,akan ditinggalkan oleh Kakak secepat ini.Hatiku amat remuk kehilangan dua orang yang amat kukasihi.Sekarang,hatiku tidak hanya perih saat orang lain merayakan hari Ibu,namun juga pada hari RA Kartini.

Keesokan harinya,saat membereskan barang-barang milik Kak Yuli,aku trenyuh.Ada banyak buku catatannya,yang menorehkan curahan perasaannya.Dan banyak diantaranya yang berisi keinginannya untuk kuliah.Aku tak dapat menahan tangis membaca tulisan-tulisannya saat sakit dan menjelang maut.

Salah satunya ada yang seperti ini,

"Ya Allah,biarlah aku tidak kuliah,asalkan aku bisa sehat,bisa bekerja,bisa beribadah,dan melanjutkan kehidupanku."

Namun,Allah memiliki rencana lain untuknya.Yang pasti,rencana-Nya jauh lebih indah dari rencana manusia.Kakakku memang ingin sekali menuntut ilmu di perguruan tinggi.Ia ingin mebanggakan keluarga,agama,dan negaranya.Ia ingin mengabdi pada masyarakat dengan ilmu-nya.Bahkan,ia menyiapkan satu buku tulis khusus,yang diisinya dengan berbagai ilmu/materi hukum yang didapatnya dari internet.

Aku bertekad,untuk mewujudkan dan melanjutkan impian Kakakku itu.Suatu hari nanti.Insya Allah.

#JasmineElektrikCeritaIBU


Comments

Popular posts from this blog

Zenius: A Wonderful Learning Journey

My (Started) Gap Year With Zenius

Ketika Pertengkaran Terjadi,Pahami 2 Prinsip Ini Agar Tak 'Makan Hati'