Selamatkan Generasi Emas Indonesia, Dengan Stop Pneumonia!





Pagi ini aku menangis. Lebih tepatnya, saat menulis artikel ini di pagi hari, aku menangis. Bukan karena masalah cinta, masalah finansial, atau masalah akademik-seperti lazimnya remaja beranjak dewasa, sepertiku-. Tapi, aku menangis karena ketidakberdayaanku untuk menjaga lingkungan, diriku, dan orang-orang yang aku cintai. Aku tak mampu menjaga, dari salah satu penyebab penyakit dan polusi udara, seperti rokok.

Tak bisa dipungkiri, keberadaan rokok begitu dekat dengan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan, dan taraf ekonomi nya, dari menengah ke bawah. Padahal, rokok jelas-jelas mengandung banyak racun, dan menyebabkan banyak kerugian. Baik itu, kerugian finansial, kesehatan, dan masih banyak lagi.

Sebenarnya, sudah sejak lama, aku membenci asap rokok dan perilaku merokok di sekitarku. Puncaknya adalah, sejak kakakku melahirkan anak pertama, yang sangat diidam-idamkan oleh ia, suami, dan keluarganya.

Bukan tanpa alasan, aku ingin sangat menjaganya dari berbagai penyakit dan marabahaya. Pasalnya, kakakku akhirnya memperoleh keturunan, setelah menghadapi banyak ujian, karena kandungannya keguguran setelah tiga kali. Tiga kali, bukanlah angka yang sedikit. Menurut diagnosa dokter, keguguran kakakku disebabkan oleh blighted ovum. Sebuah kelainan yang menyebabkan janinnya tidak bisa berkembang, hingga gugur dengan sendirinya.

Blighted ovum sendiri, disebabkan oleh banyak faktor. Antara lain, kekurangan nutrisi, kelainan genetik, dan asap rokok.

Kini, aku dan kakakku mencoba menjaga kebersihan lingkungan rumah, dari segala kotoran dan debu, termasuk polusi udara, dari rokok, pembakaran sampah, dan lain sebagainya. Tapi tetap saja, meskipun kami sudah mengingatkan secara halus pada ayah dan suami kakak, agar merokok di luar rumah, tetap saja terkadang mereka melanggarnya. Itulah, yang membuat pagi ini aku menangis. Geram, sedih, bercampur jadi satu dalam hati ini.

Apakah mereka harus menunggu dulu, anak/cucu mereka mengalami sesuatu, baru mereka sadar?

Harusnya, meskipun diperoleh tanpa melalui perjuangan yang sulit, seorang anak tetap harus kita jaga dengan sebaik-baiknya. Ada setidaknya, tiga alasan tentang pentingnya fungsi atau peranan anak, menurut perspektif yang berbeda-beda.

1) Menurut agama, anak adalah amanah dari Tuhan dan tabungan amal di akhirat.

2) Menurut Sosial, anak adalah penguat kedudukan sosial seseorang, atau penambah status sosial.

3) Menurut ilmu hereditas dalam biologi, anak adalah pewaris sifat-sifat orang tua, dan pelestari keturunan.

Tak hanya penting bagi kehidupan pribadi saja, anak juga berperan besar terhadap keberlangsungan suatu negara, bahkan dunia. Karena peradaban mendatang, akan ditentukan oleh anak-anak, sebagai generasi penerus.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia?



Terkait hal ini, aku mempunyai kabar baik dan kabar buruk. Mau yang mana dulu?
Karena lazimnya, orang ingin mendengarkan yang baik, maka aku akan berbagi kabar bahagia terlebih dahulu.
Sebentar lagi, antara tahun 2020-2035, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi.

Bonus demografi adalah suatu kondisi dimana jumlah penduduk yang produktif di suatu negara, akan lebih besar daripada jumlah penduduk tidak produktif.


Bonus demografi ini, bisa menjadi mesin percepatan pembangunan dan perbaikan ekonomi, bila dikelola dengan baik. Kenapa? Karena pada masa ini, rasio ketergantungan (dependency ratio), mencapai titik terendah yaitu sekitar 44%. Artinya, 44 orang yang tak produktif, akan ditanggung oleh 100 orang produktif.

Hal ini jelas menguntungkan, karena berpotensi menaikkan pendapatan negara. Dengan banyaknya usia produktif, kesempatan kerja maupun pengembangan usaha, jadi lebih terbuka lebar. Yang otomatis, bisa memicu pertumbuhan ekonomi.

Bonus demografi ini, harus benar-benar kita maksimalkan. Karena hanya terjadi satu kali, dalam sejarah suatu bangsa/negara. Termasuk, Indonesia. Nantinya, pada tahun 2036, angka lansia akan meningkat kembali hingga 19 % sampai tahun 2045. Itu berarti, orang tidak produktif kembali mendominasi Piramida kependudukan, dan berakhirlah periode bonus demografi ini.

Bonus demografi,  seperti mata uang koin, yang memiliki dua sisi. Jika kita berhasil memanfaatkannya, Indonesia akan menjadi salah satu negara maju di dunia. Seperti Korea Selatan, Malaysia, dan Thailand. Sebaliknya, bila kita tidak bisa memanfaatkannya, Indonesia akan semakin terpuruk. Karena usia produktif yang SDM (Sumber Daya Manusia) nya rendah, akan menjadi pengangguran, dan malah membebani negara.

Bonus demografi jugalah, yang akan menjadi bekal bagi Indonesia menyongsong "Indonesia Emas" pada tahun 2045 nanti. Sebuah wacana, misi, dan harapan bangsa Indonesia, di ulang tahun kemerdekaan yang ke 100 tahun. Yaitu, Indonesia menjadi salah satu negara kuat, maju, dan berpengaruh di dunia.

Dialnsir dari Detik Finance, menteri keuangan, Sri Mulyani, membeberkan 4 hal yang menjadi syarat Indonesia Emas 2045.


Namun, kabar buruknya, diperkirakan pada tahun 2030, 11 juta anak akan 'terbunuh' oleh pneumonia. Hal itu berdasarkan hasil riset terbaru Jhon Hopkins University yang bekerja sama dengan organisasi kemanusiaan Save The Children.


Tahun puncak bonus demografi pada 2030, hanya akan sia-sia belaka. Manakala anak-anak yang seharusnya tumbuh dan menjadi penggerak perubahan pada 15-20 tahun mendatang, justru harus tiada karena kelalaian kita menjaga mereka.

Tak heran, bila United Nation, melalui program Sustainable Development Goals (SDGs) nya, menargetkan di tahun 2030, untuk mengakhiri kematian anak akibat penyakit yang bisa dicegah. Termasuk di dalamnya, pneumonia.

Sustainable development goals, adalah kesepakatan pembangunan global, yang telah disahkan pada tanggal 25 September 2015 lalu di markas besar PBB. Agenda yang bersifat universal ini, berlaku mulai tahun 2016 sampai 2030. Berisi 17 tujuan, dan 169 target, untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan menjaga lingkungan.

Poin ke-3 dari 17 tujuan itu, berfokus pada peningkatan kesehatan, dan pencegahan penyakit mematikan dan menular, seperti pneumonia.



Pneumonia, adalah penyakit yang terjadi akibat infeksi pada kantong-kantong udara (alveoli) dalam paru-paru. Infeksi itu menyebabkan alveoli meradang dan di penuhi cairan atau nanah. Itulah mengapa, pneumonia seringkali disebut dengan paru-paru basah.

Pneumonia, merupakan penyakit yang tidak bisa dianggap sepele. Sebab, menjadi  penyebab kematian pada anak tertinggi di dunia. Data Badan Kesehatan Dunia atau WHO, memperkirakan bahwa penyakit ini, menjadi pemicu 16% kematian anak-anak berusia di bawah lima tahun. Pada tahun 2015 saja, terdapat lebih dari, 900.000 anak-anak, yang meninggal akibat pneumonia.

Data lain dari UNICEF menyebut, pada tahun 2015, terdapat kurang lebih 14 persen dari 147.000 anak di bawah usia Liam tahun di Indonesia,  meninggal karena Pneumonia. Itu artinya, 3-3 anak di bawah usia lima tahun, meninggal karena Pneumonia setiap jamnya! Menjadikan Pneumonia, sebagai penyebab kematian  anak kedua, di bawah usia 5 tahun, di Indonesia.


PENYEBAB PNEUMONIA.

Pneumonia adalah penyakit yang sifatnya  menular, melalui udara, ketika penderita batuk atau bersin. Penyebab pneumonia, setidaknya ada tiga.

1) Pneumonia akibat bakteri. Bakteri yang paling umum, adalah Streptococcus pneumonia. Ada juga jenis lainnya, yaitu Chlamydophila pneumonia. Pneumonia karena bakteri, umumnya lebih banyak diderita oleh orang dewasa.

2) Pneumonia akibat Virus. Virus penyebab pneumonia, sebagian adalah penyebab batuk dan pilek, juga. Antara lain, Adenovirus, Rhinovirus, Influenza virus, Parainfluenza virus, dan Respiratory Syncytial Virus (RSV).

Pneumonia jenis ini, menimbulkan gejala yang lebih ringan, dan lebih singkat dibanding Pneumonia karena bakteri.

3) Pneumonia akibat jamur. Lebih banyak diderita oleh orang yang memiliki penyakit kronis, atau sistem imun yang rendah. Kondisi ini terjadi, bila seseorang, terlalu banyak  menghirup spora jamur dari tanah atau kotoran.

GEJALA

Gejala awal Pneumonia, seringkali sulit dibedakan dengan penyakit flu. Karena ada beberapa karakteristik yang sama persis. Bahkan, pneumonia kadang terjadi setelah seseorang terkena flu. Yang membedakan, durasinya lebih lama.

Berikut gejala lain yang muncul, seperti dikutip dari Alodokter.

1) Demam

2) Berkeringat atau menggigil.

3) Batuk kering, atau berdahak. Dengan dahak, berwarna kuning, hijau, atau disertai darah. Dan, bersifat kental.

4) Sesak nafas.

5) Nyeri Dada saat batuk atau menarik nafas.

6) Mual atau muntah.

7) Selera makan menurun.

8) Diare.

9) Lemas.

10) Detak jantung cepat.


PENGOBATAN

Untuk Pneumonia yang belum parah, biasanya dokter akan memberikan obat pereda nyeri, obat batuk, atau antibiotik (untuk mengatasi Pneumonia akibat bakteri).

Sedangkan, bila kondisi penderita lebih parah, harus dirawat di rumah sakit, agar kondisnya dapat terkontrol oleh tenaga medis. Serta, bisa dibantu betnafasnya dengan ventilator.

PENCEGAHAN

Ini adalah tahap yang paling penting, menurutku. Sengaja aku di simpan di bagian terakhir, agar lebih leluasa pembahasannya.

Seperti kata pepatah, "Mencegah lebih baik daripada mengobati". Jadi, marilah kita fokus dulu untuk memetakan langkah-langkah apa yang bisa kita tempuh, untuk mencegah pneumonia ini.

Sebenarnya, ada tiga cara untuk mencegah pneumonia. Antara lain, vaksinasi, menjaga kebersihan dan sanitasi, serta pemenuhan nutrisi. Namun, aku ingin mencoba membahas lebih dalam cara-cara tersebut.

1) Peningkatan Taraf Pendidikan.

Ada fakta menarik mengenai hubungan atau korelasi, antara pendidikan orang tua (dalam hal ini ibu) dengan penyakit pneumonia yang diderita oleh balita. Dalam artikel penelitian yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan RI, disamakan tertera; Ibu yang pendidikannya SD ke bawah, mempunyai angka kejadian pneumonia balita yang lebih besar, yaitu 4,9% dibandingkan Ibu yang pendidikannya SLTP ke atas, yakni 3,5%.

Hal senada juga tertulis pada halaman SDGs bagian 'Good health and well being' (poin 3), di web United Nation. Bahwa, anak- anak yang memiliki ibu berpendidikan-sekalipun sekolah dasar-lebih bisa bertahan hidup, daripada anak-anak yang memiliki Ibu tidak berpendidikan.

Oleh karena itu, mari kita bangun kesadaran, dan galakkan kembali program wajib belajar (wajar) 12 tahun. Bahkan, hingga ke Universitas. Karena mau tak mau, orang tua, terutama Ibu, adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Kualitas anak, yang paling menentukan adalah orang tua nya. Diharapkan dengan pendidikan yang memadai, kita bisa lebih menyadari kesehatan, sehingga bangsa ini pun siap menyongsong Indonesia Emas!


2) Pemenuhan kebutuhan dasar.

Sebagai mana kita ketahui, kebutuhan dasar manusia meliputi, Sandang (pakaian), Pangan (makanan), dan Papan (rumah/tempat tinggal). Bila ketiga hal tersebut, ada yang tidak terpenuhi, atau kualitas nya buruk, tentu akan berpengaruh pada kehidupan manusia.

Untuk mencegah pneumonia, kita harus menjaga kebersihan. Diantaranya mandi dua kali sehari, cuci tangan di waktu-waktu yang diperlukan, serta menerapkan gaya hidup sehat, dengan rajin berolahraga.

Selain itu, tak lupa untuk menjaga asupan makanan, terutama untuk anak bayi/balita kita. Pastikan mereka mendapat nutrisi yang sesuai, untuk tumbuh kembangnya.
Terakhir, untuk rumah dan tempat tinggal, idealnya jangan hanya bisa melindungi dari panas dan hujan saja, tapi juga kokoh, kuat, dan yang paling utama bersih.

Semua kebutuhan dasar tersebut, hanya akan tercapai, bila keluarga tersebut memiliki pendapatan atau penghasilan yang cukup untuk memenuhinya. Solusinya tiada lain, adalah lapangan pekerjaan yang memadai bagi mereka, atau paling tidak, pembinaan Usaha Kecil dan Menengah bisa menjadi solusi lain yang tak kalah bagusnya.

3) Sosialiasi terkait vaksinasi atau imunisasi.

Sudah menjadi rahasia umum, bila ada sebagian kelompok masyarakat yang tak menyetujui adanya vaksinasi atau imunisasi. Mereka sering beralasan, dengan berkata:

"Orang Zaman dulu juga gak ada Vaksin, sehat kok!"

Untuk alasan ini, aku akhirnya menemukan jawabannya, di Quora.

Jadi, pola pikir seperti orang-orang ini dinamakan bias kebertahanan (Survivorship bias). adalah kesalahan logika karena memusatkan perhatian pada orang benda yang berhasil melalui suatu proses, dan mengabaikan mereka yang tidak, sehingga mengarahkan pada kesimpulan yang salah. Bias ini dapat menimbulkan keyakinan yang terlalu optimistik karena mengabaikan kegagalan (Wikipedia). 

Contohnya, seperti kasus vaksin ini. Dimana orang mengunggulkan orang-orang zaman dulu yang tidak divaksin tapi tetap sehat. Mereka hanya mengetahui orang yang sehat atau berhasil tanpa vaksinnya saja, sedangkan ratusan bahkan ribuan orang yang meninggal karena penyakit yang belum ada vaksinnya, tidak dihitung.

Seleksi alam tidak hanya berlaku bagi hewan, tapi juga manusia. Alam menyeleksi mana orang yang lebih kuat daya tahan tubuhnya, mana yang tidak. Orang yang lolos seleksi alam inilah, yang biasa dijadikan alibi bagi orang-orang antivaksin.

Tak hanya pada kasus vaksin, kasus perokok yang puluhan tahun merokok, namun tetap sehat, juga polanya sama.

Kembali lagi pada vaksinasi. Saat ini, untungnya sudah tersedia vaksin untuk mencegah pneumonia. Sayangnya, akses vaksin itu masih terkendala harga dan penyediaan. Serta, masih menjadi vaksin pilihan, bukan wajib. Satu dosis vaksin pneumokokus, dihargai sekitar 500-850 ribu rupiah. Sedangkan, anak-anak 'membutuhkan' vaksin pneumokokus sebanyak 4 kali, dari usia 2 tahun sampai sekitar 10 tahun.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, para orang tua wajib melengkapi imunisasi dasar yang disediakan gratis oleh pemerintah. Karena dengan imunisasi lengkap, daya tahan tubuh anak pun lebih kuat dan mampu menangkal bibit penyakit. Lagipula, dalam imunisasi dasar, ada vaksin yang bisa mencegah sebagian virus penyebab pneumonia.

Jadi, ayo para orang tua, lengkapi imunisasi anak anda. Imunisasi tak akan menimbulkan kontraindiksi pada tubuh anak. Hanya saja, bila anak sedang kurang sehat, akan menimbulkan efek kurang nyaman. Selebihnya, tak ada efek samping yang membahayakan. Dengan catatan, dilakukan sesuai prosedur dan kondisi anak dalam kondisi prima.


4) Regulasi ketat terhadap rokok dan perilaku merokok.

Untuk poin ini, aku akan mendukung penuh dan berupaya menegakkannya, dimulai dari lingkungan rumah. Ya, karena aku sudah sering mendengar, cerita bayi atau anak balita yang terkena penyakit pneumonia, karena terpapar asap rokok orang-orang disekitarnya. Beberapa diantaranya, harus meregang nyawa karenanya. Sangat, sangat, disayangkan! 

Saat aku mencarinya di google atau jurnal ilmiah pun, memang benar adanya. Asap rokok, merusak sistem kekebalan tubuh, hingga orang yang terpapar asap rokok tersebut, mudah terinfeksi bakteri atau virus. Ujung-ujungnya akan mudah terkena penyakit, seperti pneumonia ini.

Aku mengetahui, beberapa pemerintah daerah, maupun berbagai institusi ,sudahm menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan sederet regulasi lain terkait hal ini. Semoga kebijakan ini, bisa menyeluruh Se-Indonesia, dan dipertegas lagi.

Agar tak ada lagi, anak-anak yang mati sia-sia, karena keegoisan para perokok, yang kebanyakan kaum laki-laki. Dan sedihnya, adalah orang terdekat atau keluarga anak itu sendiri, seperti ayah kandungnya.


5) Dukung dan berkontribusi dalam Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Ilmiah.

Masih dari laman web United Nation-SDGs.

Salah satu dari banyak 'Goal 3 Target' yaitu poin 3.B; mendukung dan mengembangkan penemuan vaksin, dan obat-obatan bagi penyakit yang bisa dicegah maupun yang tidak bisa dicegah. Terutama untuk negara berkembang. Dengan, mempermudah akses untuk mendapatkan vaksin/obat tersebut.

Untuk mencapai Indonesia emas, yang bisa kita unggulkan dan jadikan modal adalah sumber daya manusia. SDM Indonesia haruslah mempunyai dedikasi dan semangat pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar bisa menciptakan/menemukan cara-cara maupun produk yang bermanfaat untuk kemaslahatan umat. 

Contohnya, seperti yang dilakukan Mawapres UNPAD satu ini. Selengkapnya, kalian bisa tonton di bawah ini.




6) Berpartisipasi dengan bergabung dengan Organisasi kemanusiaan dan kesehatan.

Jika kalian ingin lebih berkontribusi dan betperan aktif terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak-anak, kalian bisa menjadi relawan di berbagai organisasi kemanusiaan. Contohnya, Save The Children.


Save The Children, adalah sebuah organisasi yang berfokus, untuk menyelamatkan nyawa anak-anak, memperjuangkan hak mereka, dan mengembangkan potensi mereka.

Berdiri sejak tahun 1919, oleh Eglantyne Jebb, Save The Children telah beroperasi di sekitar 120 negara. Termasuk, Indonesia.

Salah satu kontribusi nyata Save The Children dalam lingkup global adalah, membuat deklarasi Hak Anak yang diadopsi oleh PBB, dan menjadi hukum internasional pada tahun 1990, dengan nama United Nations Convention on The Rights of The Child (UNCRC).

Untuk pelaksanaan program kerjanya di Indonesia, Save The Children mempunyai mitra, yaitu Yayasan Sayangi Tunas Cilik. Yang telah mendapat pengesahan sebagai sebuah yayasan lokal, pada tanggal 21 Mei 2014 oleh kementerian Hukum dan HAM. Sementara itu, mulai beroperasi penuh sejak Mei 2015.

Sepanjang tahun 2015, Yayasan Sayangi Tunas Cilik telah bekerja di 11 provinsi, 79 kabupaten, 701 kecamatan, dan 918 desa. Serta berdampak langsung bagi 305.4858 anak, 247.049 dewasa, dan menjangkau 3.600.000 orang di suruh Indonesia, secara tidak langsung.

Selain menjadi relawan, kalian juga bisa bergabung dengan Yayasan Sayangi Tunas Cilik ini, dengan menjadi mitra atau donatur. Kalian bisa langsung membacanya di web Save The Children.

Sebagai komitmennya untuk meningkatkan kesehatan anak, terutama mencegah pneumonia, save the children telah meluncurkan kampanye bernama Stop Pneumonia.

Kalian bisa baca detailnya di web tersendiri, yaitu di Stop pneumonia.

Kalian juga bisa melihat infografisnya 6 hal tersebut, di bawah ini:


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Demikian ulasan dan pemaparan singkatku tentang anak dan pneumonia. Lewat tulisan ini, aku ingin mengajak semua pembaca, agar turut berperan aktif dalam mencegah pneumonia. Terutama, pneumonia pada anak.

 Sebab, anak adalah anugerah, anak adalah generasi penerus, dan pewaris peradaban. Kita tak akan selamanya hidup. Oleh karena itu, penting bagi kita, menjamin kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan anak, agar negara ini tetap berkembang dan maju di masa mendatang.(RM).


Sumber Referensi:






Anwar, Athena, & Dharmayanti, Ika (2014), Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, "Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia".

Artikel ini diikutsertakan pada kompetisi penulisan dan vlog "Stop Pneumonia" yang diselenggarakan oleh Save The Children.







Comments

  1. Saran saya bila saudara Ingin sembuh dan cepat coba brobat dengan Dr yusuf. Banyak yang sudah tr bantu kesembuhan nya oleh beliau termasuk saya sendiri hanya dengan minum obat racikan beliau yang saya pesan langsung dengan beliau

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Zenius: A Wonderful Learning Journey

My (Started) Gap Year With Zenius

Ketika Pertengkaran Terjadi,Pahami 2 Prinsip Ini Agar Tak 'Makan Hati'